Kronjtong Teogoe: Sejarah Kehadiran Komunitas dan Musiknya di Kampung Tugu, Cllincing, Jakarta
Disertasi ini bertujuan meneliti tentang sebuah komunitas Kristiani yang berada di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang telah mampu bertahan hidup bersama peninggalan musik portugsi yang dikenal sebagai Krontjong Toegoe. Pendapat yang berkembang selama ini mengatakan bahwa komunitas ini berasal dari ke...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
Pascasarjana UGM
2006
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=17173 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Disertasi ini bertujuan meneliti tentang sebuah komunitas Kristiani yang berada di Kampung Tugu, Jakarta Utara, yang telah mampu bertahan hidup bersama peninggalan musik portugsi yang dikenal sebagai Krontjong Toegoe. Pendapat yang berkembang selama ini mengatakan bahwa komunitas ini berasal dari kelompok mardijkers di Batavia. Namun penelitian disertasi ini menemukan bukti lain, bahwa komunitas Tugu adalah keturunan dari sekelompok laskar laut Portugis asal Goa yang melarikan diri dari Maluku bersama keluarga mereka asal Pulau Banda, dan terdampar di pantai Cilincing. Mereka ditangkap oleh VOC dan pada tahun 1661 dibuang ke Kampung Tugu.Mereka merupakan leluhur komunitas Tugu yang mewarisi budaya Portugis dari abad ke-16. Akibat terisolasi ddari kehidupan kota, mereka mengusir kesepian dengan barmain musik dan menyajikan lagu-lagu Portugis. Musik mereka kemudian menjadikan cikal bakal genre musikal Krontjong Toegoe, dengan karateristik sebagai musik yang mengiringi kelompok penyanyi dengan gaya yang spontan dan bersahaja tanpa ornamentasi dan vibrato. Genre itu juga memiliki pembawaan ekspresi yang spontan dalam bernyanyi. Lagu Moresco dan Cafrinho memperlihatkan pengaruh Portugis asal Moor dan Afrika. Adapun iringan musiknya terdiri dari tiga gitar jkecil buatan sendiri, yaitu prounga berukuran agak besar, macina berukuran sedang dan jitera berukuran paling panjang.Musik kerocong diyakini telah dilahirkan di Kampung Tugu sejak lebih dari tiga abad yang lalu. Namun kegiatan tercatat untuk pertama kali ketika mereka mendirikan orkes keroncong Moresco Toegoe pada tahun 1925. Mereka percaya bahwa dengan melestarikan musik keroncong yang diwarikan kepada mereka, itu merupakan penghormatan terhadap leluhur. UNESCO pada tahun 1871 kemudia memproduksi piringan hitam permainan OK Moresco Toegoe yang dipimpin oleh Jacobus Quiko dengan repertoar antara lain lagu-lagu dari masa Hindia Belanda seperti Out Batavia dan Schoon van van jou. Mereka juga sejak tahun 1989 telah acap kali diundang mengadakan pertunjukkan musik keroncong pada pasar malam Tong-tong di Den Haag, Negeri Belanda.Meski musik Kronjong Toejoe diyakini berasal dari Portugal, penelitian ini mengatakan bahwa Kronjong Toegoe adalah sebuah musik hibrida, campuran dari berbagai budaya Barat dan non-Barat yang membaur membentuk sebuah sintesis musikal yang unik. Komunitas Tugu boleh saja menganggap bahwa mereka adalah keturunan Portugis, namun pada pekenyataannya mereka telah bercampur dengan kelompok etnik lainnya, meniru gaya hidup orang belanda dan sebagian dari mereka adalah keturunan Indo-Belanda.Betapapun juga, Krontjong Toegoe adalah cikal bakal dari musik keroncong sebagai salah satu aliran besar musik Indonesia, yang telah diterima dan menjadi milik bangsa Indonesia. Komunitas Tugu memang hidup tidak terpisahkan dari musik, karena merut tradisi mereka setiap anggota komunitas Tugu disyaratkan mengenal musik keroncong itu. Itu sebabnya dengan semangat yang mereka miliki acara turun-temurun, kehidupan musik krontong togoe diyakini akan langgeng selamanya. |
---|