Kajian Semiotika Kartun Editorial Bertema Korupsi Dalam Media Sosial Tahun 2012
Sebagai salah satu bahasa politik, kartun telah menjadi instrumen pokok untuk menceritakan realitas, segala tindakan dalam kartun merupakan sikap politis oleh kartunis yang harus dipahami melalui pembacaan supaya tidak menimbulkan permasalahan, apalagi ketika sebuah kartun yang lahir dari salah satu...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
FSR ISI Yogyakarta
2014
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=17221 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Sebagai salah satu bahasa politik, kartun telah menjadi instrumen pokok untuk menceritakan realitas, segala tindakan dalam kartun merupakan sikap politis oleh kartunis yang harus dipahami melalui pembacaan supaya tidak menimbulkan permasalahan, apalagi ketika sebuah kartun yang lahir dari salah satu ruang konvensi tersebut harus berhadapan dengan ruang-ruang tak berbatas dalam media sosial dan mengangkat isu hangat seperti korupsi. Metodologi penelitian yang digunakan adalah metodologi kualitatif, dengan pendekatan deskriptif, yaitu di mana data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata hasil studi pustaka dan karya visual kartun G.M. Sudarta dan Gom Tobing yang dibuat tahun 2012 pada media sosial facebook. Adapun sampel yang diambil menggunakan teknik Purposive Sampling, untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan teori semiotika Charles Sander Peirce (postrukturalisme) dan Ferdinand de Saussure (strukturalisme). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Setiap kartun mengandung unsur-unsur visual yang pada masing-masingnya menyimpan petanda-petanda untuk dibaca sebagai makna konotasi yang bisa menjelaskan tentang muatan pesan. Terdapatnya metafora yang sangat dominan dan beragam dalam kartun bertema korupsi menandakan bahwa tanda-tanda menjadi labil ketika maju dalam ranah sosial yang lebih luas. Teks memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap unsur-unsur tanda lainnya dalam usaha menjelaskan wacana yang disampaikan. Setiap kartunis menciptakan tokoh kartun fiktif sebagai identitas yang mewakili dirinya untuk menyampaikan opini, kritik dan olok-olok terhadap sesuatu yang sedang berlaku dalam realitas sehari hari. Selain itu, setiap kartunis memiliki keunikan dalam menyampaikan pesan, hal tersebut merupakan gaya yang dipengaruhi oleh latar belakangnya masing-masing. |
---|