Pengaruh bentuk pemerintahan 'Pseudoabsolutisme' pasca perjanjian Giyanti 1755 terhadap perkembangan tari Jawa gaya Yogyakarta
Pasca Perjanjian Gianti 1755 telah menempatkan era keraton Jawa tidak lagi berkuasa secara politis. Akibat langsungnya yakni, selain raja Jawa, masih ada kekuasaan kolonialisme melalui Gubernur Jendral Belanda. Topik 'Pseudoabsolutisme' pasca perjanjian Gianti diacu dari keterkaitan admini...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
Sekolah Pasca Sarjana UGM Yk
2010
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=27096 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Pasca Perjanjian Gianti 1755 telah menempatkan era keraton Jawa tidak lagi berkuasa secara politis. Akibat langsungnya yakni, selain raja Jawa, masih ada kekuasaan kolonialisme melalui Gubernur Jendral Belanda. Topik 'Pseudoabsolutisme' pasca perjanjian Gianti diacu dari keterkaitan administrasi birokrasi kolonial dalam pembentukan negara jajahan. Secara periodik 'pseudoabsolutisme' & dampaknya bagi perkembangan tari Jawa, masa puncaknya di era Sultan HB VIII. Era ini merupakan puncak pertaruhan otoritas kharisma Sultan Yogyakarta yang diupayakan melalui kreasi seni pertunjukan tari. Melalui disertasi ini, kajian pengaruh bentuk pemerintahan 'pseudoabsolutisme' pasca perjanjian Gianti 1755 hingga akhir masa pendudukan militer Jepang 1945 ternyata mempunyai bukti-bukti penting bagi perkembangan genre & penampilan tari gaya Yogyakarta. |
---|