Ritual Ngguyang Jaran Di Paguyuban Jathilan Mardi Raharjo : Sebuah Ritus Peralihan

Ritual ngguyang jaran merupakan salah satu wujud kegiatan tradisi di Dusun Metes Desa Argorejo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul. Ritual tersebut dipahami oleh masyarakat sebagai sebuah kegiatan atau aktifitas yang sarat akan simbol. Sebagaimana upacara tradisi pada umumnya, ritual ngguyang jaran id...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: PUDYASTUTI, Malinda
Format: Tugas Akhir
Language:Indonesian
Published: FSP ISI Yogyakarta 2017
Subjects:
Online Access:http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=33255
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
PINJAM
Description
Summary:Ritual ngguyang jaran merupakan salah satu wujud kegiatan tradisi di Dusun Metes Desa Argorejo Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul. Ritual tersebut dipahami oleh masyarakat sebagai sebuah kegiatan atau aktifitas yang sarat akan simbol. Sebagaimana upacara tradisi pada umumnya, ritual ngguyang jaran identik dengan tindakan atau perilaku manusia yang cenderung ‘tidak biasa’. Hal yang dianggap tidak biasa tersebut, ditunjukkan melalui tahapan upacara yang tersusun menjadi rangkaian pelaksanaan ritual ngguyang jaran. Rangkaian tersebut diawali dengan pengambilan air di Sendang Klangkapan. Air tersebut digunakan untuk memandikan properti-properti pertunjukan. Kemudian sisa air tersebut diminum oleh seluruh anggota komunitas. Akhir dari rangkaian ritual ngguyang jaran ditandai dengan makan tumpeng dan pertunjukan kesenian rakyat Jathilan Wolu. Pelaku ritual merupakan aspek penting dalam tahapan upacara tersebut. Dimana tahapan upacara sebagai tindakan manusia, merupakan wujud perilaku yang dihasilkan oleh pelaku ritual. Perilaku tersebut mempengaruhi pola pemikiran masyarakat.Korelasi antara perilaku dengan pola pemikiran menghasilkan sebuah alur kondisi tertentu, dimana kondisi tersebut terus beralih (mengalami peralihan) dari tahap atau fase ke tahap atau fase selanjutnya. Untuk memandang ritual ngguyang jaran sebagai ritus peralihan, maka digunakan konsep yang diutarakan oleh Victor Turner. Ritus peralihan (rites de passage) menurut pandangan Turner terdiri dari 3 (tiga) tahap yaitu separasi (pemisahan), liminal (ambang batas - ambigu) dan integrasi (penyatuan). Struktur ritus tersebut digunakan untuk memandang rangkaian ritual ngguyang jaran, dalam 3 (tiga) bagian, yang masing-masing fase menentukan kondisi pelaku ritual. Konsep ini menunjukkan perjalanan sebuah alur kondisi manusia dari proses pemisahan, kemudian mengalami ambigu pada puncak ritual, namun kembali mengalami penyatuan dengan kehidupan profannya. Keberadaan tahap upacara yang diolah dengan konsep peralihan yang diutarakan oleh Turner, menghasilkan poin-poin pokok.Poin-poin pokok tersebut merupakan bentuk alur kondisi masyarakat.Alur kondisi tersebut menyimbolkan kondisi masyarakat dari kosong, kemudian melakukan suatu proses pencarian dan memperoleh hasil yang membuat kondisi masyarakat menjadi lebih berisi secara emosional.Berisi secara emosional dipahami sebagai bentuk keyakinan masyarakat setelah melalui proses ritual yaitu, telah menjadi baru dan bersih. Pemaknaan bersih dan baru merujuk pada keberadaan simbol dari ritual ngguyang jaran sebagai wujud kesejahteraan (kebaikan, keselamatan, ketentraman dan kemurahan rezeki).