Pamatuhan
Tujuan dari penciptaan karya komposisi “Pamatuhan” adalah untuk mengembangkan bentuk kreativitas dalam ruang lingkup penciptaan karawitan dengan menggunakan medium Gamelan Awi (Gamelan Bambu), serta untuk mengaktualisasikan keadaan lingkungan yang ada di kampung halaman melalui sajian musik. Metode...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
FSP ISI Yk.
2017
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=33938 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Tujuan dari penciptaan karya komposisi “Pamatuhan” adalah untuk mengembangkan bentuk kreativitas dalam ruang lingkup penciptaan karawitan dengan menggunakan medium Gamelan Awi (Gamelan Bambu), serta untuk mengaktualisasikan keadaan lingkungan yang ada di kampung halaman melalui sajian musik. Metode penciptaan seni yang dilakukan adalah metode empirik, yang terdiri dari observasi, diskografi, dan studi literatur. Selain itu, juga menggunakan metode perancangan seni dan metode pementasan. “Pamatuhan” merupakan karya komposisi karawitan yang ide penciptaannya mengangkat tentang keadaan dan kearifan lokal di lingkungan tempat tinggal. Karya ini menggambarkan keadaan lingkungan Tasikmalaya dengan segala potensinya, mulai dari aspek religi/agama, kesenian, dan panorama atau pesona alamnya. Ide tersebut kemudian penulis kembangkan menjadi sebuah konsep dengan mengaktualisasikan keadaan lingkungan Tasikmalaya ke dalam sebuah sajian musik.Karya komposisi karawitan ini mengusung tema tanah air (persembahan cinta untuk tanah Sukapura), dengan judul karya “Pamatuhan”. Kata “Pamatuhan” diambil dari sebuah istilah dalam bahasa Sunda yang berasal dari kata matuh, artinya cicing/calik (tinggal). Pamatuhan berarti pangcalikan atau tempat tinggal. “Pamatuhan” juga berarti kampung halaman atau tempat seseorang menetap pada waktu yang lama atau bahkan tidak berpindah-pindah. Komposisi “Pamatuhan” terdiri dari bagian bubuka atau introduksi dan tiga bagian lagu lainnya. Pada bagian bubuka, penulis mengangkat kidung Lemah Cai yang dilantunkan dengan teknik ngarajah (seperti membaca rajah Sunda pada umumnya) sebagai do’a dan harapan akan kemakmuran tanah air. Bagian pertama berisi tentang penggambaran Tasikmalaya yang religius/islami dengan mengaransemen seni Cigawiran. Bagian kedua menggambarkan kesenian khas (tradisi) Tasikmalaya dengan mengaransemen seni Ciawian yang dikolaborasikan dengan kesenian Karinding dan Celempung. Bagian ketiga berisi tentang penggambaran pesona alam Tasikmalaya yang hijau, asri, indah, dan tentram, diinterpretasikan melalui suasana musikal yang ceria dan lirik lagu yang menceritakan tentang keindahan alam. |
---|