Visualisasi Hubungan Perilaku Manusia, Hutan, Dan Lebah Madu Dalam Kriya Seni
Topik “Visualisasi Hubungan Perilaku Manusia, Hutan, dan Lebah Madu dalam Kriya Seni”, diangkat dari wacana keseharian tentang perilaku manusia yang dapat dikatagorikan merusak alam, yakni menebang dan membakar hutan (deforestasi) yang tidak didasari pertimbangan kelestarian. Perilaku tersebut menye...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
PPS ISI Yogyakarta
2014
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=34601 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Topik “Visualisasi Hubungan Perilaku Manusia, Hutan, dan Lebah Madu dalam Kriya Seni”, diangkat dari wacana keseharian tentang perilaku manusia yang dapat dikatagorikan merusak alam, yakni menebang dan membakar hutan (deforestasi) yang tidak didasari pertimbangan kelestarian. Perilaku tersebut menyebabkan kondisi hutan semakin kritis, yang ditunjukkan dengan luas tutupan hutan yang makin berkurang dari waktu ke waktu. Dampak langsung dari kerusakan hutan adalah terganggunya tata hubungan alamiah keanekaragaman hayati (biodiversitas) dalam kawasan hutan, salah satunya adalah kehidupan lebah madu hutan. Hubungan alamiah antara lebah madu hutan dengan hutan belantara sangat erat, lebah madu berperan dalam siklus tumbuh-kembang pepohonan (vegetasi) hutan, sedangkan hutan adalah tempat hidup lebah madu untuk mencari makan dan membuat sarang. Tata hubungan ini merupakan salah satu kunci dari keseimbangan alam/ekosistem, yang dapat dipandang sebagai sebuah keindahan dalam kehidupan. Masalah tersebut memunculkan gagasan untuk menciptakan karya kriya seni, yang diharapkan dapat merepresentasikan kegelisahan pada permasalahan tersebut. Gagasan tentang konsep penciptaan terbentuk ketika dirasakan terjadi hubungan yang tidak harmonis antara manusia dengan hutan dan lebah madu. Ketiga elemen ini, menjadi inspirasi bentuk karya kriya seni yang diciptakan. Hal ini merupakan sebuah gagasan bentuk karya kriya seni dengan pendekatan pada bentuk hubungan makhluk hidup. Pendekatan ini sejalan dengan pendapat Langer, yang menyatakan bahwa hanya dengan mencari bentuk metafora tentang makhluk hidup, setiap seniman menemukan kehidupan, vitalitas atau sesuatu yang hidup di dalam sebuah karya seni yang baik, dan itu adalah roh karya seni. Konsep penciptaan karya kriya seni ini didukung oleh metode penciptaan Gustami yang didasarkan tiga tahap, yakni eksplorasi, perancangan, dan pembentukan. Temuan terpenting dalam proses penciptaan ini, (1) Konsep bentuk karya kriya seni yang terinspirasi dari hubungan perilaku manusia, hutan, dan lebah madu; (2) Bentuk figur/objek yang unik yang dihasilkan dari eksplorasi mendalam dari data yang didapat dalam hubungan perilaku manusia, hutan, dan lebah madu. Hal tersebut terwujud dalam empat buah variasi bentuk karya kriya seni yang diberi judul: “Imaji Kegersangan”, “Berteriak”, “Sekuntum Bunga”, dan “Yang Kuat Memakan yang Lemah”; (3) Konstruksi sentrifugal yang diterapkan dalam karya Sekuntum Bunga merupakan penerapan teknik alternatif dalam mengeksplorasi sekuntum bunga yang berayun dihinggapi lebah. Penciptaan karya kriya seni ini, secara akademis dapat dijadikan acuan dalam meningkatkan kepekaan dan kemampuan merumuskan konsep penciptaan sesuai masalah hidup yang dihadapi, hasilnya dapat pula dijadikan model pembanding, sehingga dalam proses penciptaan yang lain dapat dilahirkan bentuk-bentuk ciptaan kriya seni yang lebih bervariasi. |
---|