Kajian Naratif Atas Tema Nasionalisme Dalam Film-Film Usmar Ismail Era 1950-An
Penelitian ini berangkat dari klaim bahwa film-film sebelum Darah dan Doa (1950)tidak didasari oleh sebuah kesadaran nasional dan oleh karenanya tidak bisa disebutsebagai film Indonesia. Klaim ini perlu dipertanyakan karena punya tendensi akanpengertian sempit etno nasionalis yang keluar dari elite...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
PPS ISI Yk.
2017
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=35425 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Penelitian ini berangkat dari klaim bahwa film-film sebelum Darah dan Doa (1950)tidak didasari oleh sebuah kesadaran nasional dan oleh karenanya tidak bisa disebutsebagai film Indonesia. Klaim ini perlu dipertanyakan karena punya tendensi akanpengertian sempit etno nasionalis yang keluar dari elite budaya Indonesia.Penelitian ini mencoba membangun argumen secara kritis dengan memeriksakembali proyeksi tema nasionalisme dalam naratif film-film Usmar Ismail pada era1950-an. Gagasan nasionalisme kebangsaan oleh Benedict Anderson digunakansebagai konsep kerja utama dalam membedah naratif pada film Darah dan Doa,Lewat Djam Malam (1954), dan Tamu Agung (1955). Caranya adalah denganmenguraikan temuan dalam syuzhet film dengan menjabarkan fabula-nya.Kemudian menganalisisnya dengan cara mengidentifikasi liyan untuk menuntunpenalaran penonton sebagai komunitas terbayang dalam elemen naratif yangdominan, yakni : dialog, adegan dan narasi. Proses ini akan menemukan konstruksilogika naratif dengan kecenderungan para tokoh-tokoh utama yang berafiliasiindividual, bukan kelompok. Telaah naratif dalam penelitian ini ternyata gagalmenemukan kesamaan ciri nasionalisme kebangsaan dalam elemen naratif filmfilmUsmar Ismail. Semua karakter dalam film yang menuntun penonton untukmenemukan lanskap pemahaman sebagai bangsa justru gagal bekerja dalam proyekbersama demi kedaulatan. Temuan ini berarti, klaim “nasionalisme” yangditempelkan pada film-film Usmar perlu diluruskan, terutama jika dilihat daribentuk naratifnya. Meski demikian, secara substansial film-film yang dibuat padakonteks awal kemerdekaan itu merupakan manifestasi pesan representasi politis dimana bangsa harus terus-menerus bekerja bersama dalam common project demicita-cita kedaulatan yang tidak sebatas terbebas dari kolonialisme, tetapi juga isuisurelevan di masa kini dan nanti yang punya potensi memecah belah bangsa. |
---|