Pengalaman Pribadi Pada Objek Metaforik Dalam Karya Seni Patung
Kehidupan kerap diibaratkan sebuah perjalanan. Sebagaimana perjalanan-perjalanan lain, perjalanan hidup tidak selalu melewati jalan yang indah. Kadang-kadang melewati jalan yang rata, sempit, tandus, gersang, berbatu ataupun bergelombang. Jika manusia bisa menentukan jalannya sendiri tentu akan memi...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
FSR ISI Yk.
2018
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=39671 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Kehidupan kerap diibaratkan sebuah perjalanan. Sebagaimana perjalanan-perjalanan lain, perjalanan hidup tidak selalu melewati jalan yang indah. Kadang-kadang melewati jalan yang rata, sempit, tandus, gersang, berbatu ataupun bergelombang. Jika manusia bisa menentukan jalannya sendiri tentu akan memilih jalan yang mulus. Namun pada kenyataannya tidak karena semuanya sudah ada yang menentukan. Sehingga manusia hanya bisa berharap dan berusaha.Ada sebuah kata bijak dari Charlie Chaplin yang mengatakan I have many problems in my life. But my lips don’t know that. They always smiling. Artinya: “Aku punya banyak masalah di kehidupanku. Tapi bibirku tidak mengetahuinya. Bibirku selalu tersenyum”. Kata bijak tersebut mengajarkan untuk tetap tersenyum dalam menghadapi permasalahan. Bahkan pura-pura tidak tahu itu diperlukan agar tidak terlarut dalam permasalahan sehingga tercipta kehidupan yang tenang. Secara pribadi, pengalaman kekerasan baik yang dihadapi secara langsung maupun tidak, telah memberi dampak psikologis. Hal ini menimbulkan banyak kegelisahan dan keresahan dalam menjalani kehidupan. Namun semua itu tidak serta merta disikapi dengan rasa takut atau trauma melainkan dengan rasa yang kuat dan berani. Sekeras apa pun hidup ini harus disikapi dengan rasa ketangguhan yang kuat. Penulis menggunakan metode pemetaforan sebagai landasan ide dalam berkarya. Hal ini dikarenakan bahasa metaforik mampu mempresentasikan pengalaman pribadi menjadi multitafsir dibanding mempresentasikan secara lugas.Penulis yakin akan tercipta kedekatan emosional antara objek seni, seniaman dan masyarakat. Gagasan ini dituangkan melalui objek yang mempunyai karakter keras sebagai pertahanan diri (seperti pistol, granat, dan peluru) dan lembut sebagai keinginan untuk menuju kenyamanan atau kedamaian (seperti balon udara, donat, dan guling). |
---|