Rekonseptualisasi Aksentuasi Musik sebagai Perangkat Analisis untuk Pengalaman Ruang

Ada dua model penelitian musik yang paling sering digunakan dalam lingkungan akademik; pertama, penelitian yang menggunakan ilmu musik sebagai perangkat analisis untuk objek musik, dan kedua, penelitian yang menggunaan ilmu selain musik untuk menganalisis objek musik. Dua model penelitian ini masing...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Author: ANWAR, Andi Ferdiansyah
Format: Tugas Akhir
Published: Prog. Magister Pencip. & Pengkj. Seni PPS ISI Yogyakarta 2019
Subjects:
Online Access:http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=39893
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
PINJAM
Description
Summary:Ada dua model penelitian musik yang paling sering digunakan dalam lingkungan akademik; pertama, penelitian yang menggunakan ilmu musik sebagai perangkat analisis untuk objek musik, dan kedua, penelitian yang menggunaan ilmu selain musik untuk menganalisis objek musik. Dua model penelitian ini masing-masing mengandung persoalan. Model yang pertama mengabaikan irisan ontologis musik yang turut mengintervensi keberadaannya dan model yang kedua memposisikan ilmu musik sebagai subordinat di hadapan ilmu lain. Daripersoalan ini, penelitian ini bertujuan untuk menawarkan model penelitian sebagai jalan alternatif untuk keluar dari kedua model penelitian yang disebutkan sebelumnya. Jalan alternatif ini adalah memposisikan ilmu musik sebagai “alat baca”, yaitu merumuskan ulang konsep aksentuasi musik yang dapat digunakan sebagai perangkat analisis terhadap pengalaman ruang. Melalui metode kualitatif dan pendekatan eksploratif, penelitian ini bekerja dalam domain teoritis dan empiris. Pada domain teoritis, penelitian ini merumuskan konsep aksentuasi musik yang menghasilkan aspek penting dari konsep aksentuasi, yaitu sebagai yang estetik dan yang menandai kebaruan. Pada domain empiris, konsep aksentuasi yang telah dirumuskan kemudian digunakan untuk menganalisis pengalaman spasial. Hasilnya, laku swafoto, pengalaman sentuhan dan respons tubuh atas fitur pembatas jalan diklaim sebagai aksentuasi yang mengaktifkan sensibilitas di ruang publik.