Pemaparan Unsur Spiritual Kesenian Jaranan Turangga Yaksa Melalui Penyutradaraan Film Dokumenter “Seni Di Tanah Trenggalek” Dengan Gaya Ekspositori
Kesenian jaranan Turangga Yaksa merupakan sebuah kesenian jaranan dari masyarakat Trenggalek dan berbeda dengan kesenian jaranan pada umumnya. Perbedaan kesenian ini terletak pada properti/eblek dan beberapa gerakannya. Badan eblek berbentuk menyerupai kuda dan berkepala raksasa. Eblek ini ditunggan...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Tugas Akhir |
Language: | Indonesian |
Published: |
FSMR ISI Yogyakarta
2018
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=40768 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Kesenian jaranan Turangga Yaksa merupakan sebuah kesenian jaranan dari masyarakat Trenggalek dan berbeda dengan kesenian jaranan pada umumnya. Perbedaan kesenian ini terletak pada properti/eblek dan beberapa gerakannya. Badan eblek berbentuk menyerupai kuda dan berkepala raksasa. Eblek ini ditunggangi oleh penari Turangga Yaksa sebagai Ksatria yang gagah. Sebagian gerakan Turangga Yaksa ini menceritakan aktivitas petani, mulai dari berangkat hingga panen. Eksistensi jaranan Turangga Yaksa tetap terjaga dan terusberkembang ditengah masyarakat Trenggalek. Antusias penonton dalam menyaksikan pertunjukkan ini lebih pada atraksi yang ditampilkan para penari atau hanya sebagai hiburan saja. Penonton kurang memahami makna atau pesan yang disampaikan melalui kesenian tersebut. Bukan hanya penonton, sebagian para penari jaranan Turangga Yaksa pun demikian, sehingga kurang adanya penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Film dokumenter “Seni di Trenggalek” menjelaskan tentang ciri khas jaranan Turangga Yaksa, unsur spiritual yang terdapat di dalamnya, dan perkembangan Turangga Yaksa saat ini. Terdapat banyak informasi penting yang disampaikan oleh Dian Nova Saputra dan Bapak Teguh. Pernyataan dari para narasumber setidaknya dapat memberi pemahaman yang luas mengenai kesenian jaranan Turangga Yaksa khususnya jika dilihat dari segi spiritual. Film ini dikemas dengan durasi kurang lebih 19 menit, dengan menggunakan gaya ekspositori. Penggunaan gaya ekspositori bertujuan agar penonton lebih mudah memahami melalui statement langsung dari Dian dan Bapak Teguh. Film dokumenter ini diharapkan dapat memberikan alternatif tayangan yang dapat memperkaya pengetahuan, memotivasi dan menginspirasi penonton terutama bagi masyarakat Trenggalek. |
---|