Strategi Perancangan Artefak Ragam Hias Sulur-Gelung Sebagai Upaya Konservasi dan Pengembangan Disain EtnikTahun ke 3 dari rencana 3 tahun

Ragam hias sulur gelung teratai, merupakan visualisasi dari konsep kosmogoniHindu. Ragam hias ini termasuk salah satu dari motif tertua milik Hindu yang dinamakan“Padmamūla”. Padmamūla, baik yang distilisasi atau tidak menggambarkan sulur terataiyang tumbuh dari akar alami atau dari bonggol. Tidak h...

Full description

Saved in:
Bibliographic Details
Main Authors: WICAKSONO, Agung, ANDONO
Format: Penelitian
Language:Indonesian
Published: Lembaga Penelitian ISI Yk 2018
Subjects:
Online Access:http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=41800
Tags: Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
PINJAM
Description
Summary:Ragam hias sulur gelung teratai, merupakan visualisasi dari konsep kosmogoniHindu. Ragam hias ini termasuk salah satu dari motif tertua milik Hindu yang dinamakan“Padmamūla”. Padmamūla, baik yang distilisasi atau tidak menggambarkan sulur terataiyang tumbuh dari akar alami atau dari bonggol. Tidak hanya di India, di Jawa dan ditempat lain, akar atau bonggol teratai yang paling umum, digambarkan dalam bentukpermata. Permata ini adalah biji dari bagian utama tanaman teratai, yaitu “akar” (Skr.padmamūla). Konsep kosmogoni Hindu tersebut, berkenaan dengan proses penciptaandan pembentangan alam semesta, yaitu benih keemasan yang merupakan pangkal mulaalam semesta yang diam di tengah air semesta. Karena benih itu berada di air, maka sulurgelung, digambarkan tumbuh dari makhluk yang berasosiasi dengan air, seperti kepiting,ikan, kura-kura, gajah dan lain-lain. Sulur-suluran itu digambarkan bercabang-cabang,bergelung-gelung dan percabangan itu disejajarkan dengan percabangan terus-menerusdalam proses kehidupan, dari kelahiran yang satu ke kelahiran yang lain. Kesimpulandan evolusi bentuk artefak ini sudah didokumentasikan dan dideskripsikan secara telitidan hati-hati, bahkan untuk memburu detail motif ini, selain dengan fotografi, jugadilakukan dengan gambar tangan yang sudah dikerjakan selama 2 tahun dalam penelitianini. Dapat diinformasikan, bahwa ragam hias sulur gelung masa Islam awal, ternyatamemiliki kemiripan dengan ragam hias Hindu ini, juga diduga kuat bentuk ragam hiasklasik Jawa yang dikenal sekarang ini, merupakan evolusi dari ragam hias tersebut.Bagaimana apresiasi praktisi seni dalam merekonstruksi bentuk seni yang hampirditinggalkan ini? Bagaimana strategi perancangannya, khususnya menyangkut aspekbentuk, gaya dan teknik, relevansinya dengan gaya hidup dan budaya visual kekinian.Inilah fokus utama dari penelitian tahun ke-III ini, yaitu menggali kreativitas penciptaanseni yang bersumber dari artefak yang hampir tidak dikenali lagi, yang akan diaplikasikandalam media kayu, tekstil dan seni ornamentasi klasik. Penggunaan berbagaijenis media ini tentu memiliki strategi perancangan yang berbeda-beda. Hal ini tidak sajaakan menghasilkan bentuk seni baru dengan idiom dan metafor baru, namun juga dapatmenjadi model pembelajaran di bidang seni. Dengan demikian, urgensi dan manfaatpenelitian ini adalah untuk: (a) memelihara dan melestarikan kelangsungan hidup seniyang terancam hilang; (b) adaptasi dengan perubahan zaman; (c) penyebaran seni; (d)ciptaan baru yang bersumber pada seni tradisi.Penciptaan yang disebut juga kreativitas, merupakan sumber segala seni, ilmupengetahuan dan teknologi, bahkan semua kebudayaan manusia dihasilkan dari pemikirandan imajinasi kreatif. Kreativitas tidak hanya berlaku dalam lapangan penciptaankarya seni, kreatifitas berarti juga pernyataan sebuah sikap atau apresiasi. Sikap iniberupa kemampuan untuk melihat dan memberi respons, meskipun bukan dia yangmenciptakan karya seni tersebut. Melestarikan dan merevitalisasi budaya seni tradisi,bukanlah mengulang persis seperti apa adanya semula, yang perlu dibuat lestari adalaheksistensi dari suatu kebudayaan. Kebudayaan yang lestari, bukanlah kebudayaan yangtidak berubah wujudnya, melainkan kebudayaan itu harus tetap ada, meskipun terjadiperkembangan bahkan menjelma dalam bentuknya yang baru, yang kontekstual.