Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, gaya dan matinya makna
Buku ini dimulai dengan definisi semiotika dari Umberto Eco. Ia menjelaskan bahwa semiotika pada prinsipnya sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie). Definisi Eco ini secara eksplisit menegaskan betapa sentral konsep dusta di dalam wacana semiotika, s...
Saved in:
Main Author: | |
---|---|
Format: | Buku Teks |
Language: | Indonesian |
Published: |
Cantrik Pustaka
2019
|
Subjects: | |
Online Access: | http://opac.isi.ac.id//index.php?p=show_detail&id=42987 |
Tags: |
Add Tag
No Tags, Be the first to tag this record!
|
Summary: | Buku ini dimulai dengan definisi semiotika dari Umberto Eco. Ia menjelaskan bahwa semiotika pada prinsipnya sebuah disiplin yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta (lie). Definisi Eco ini secara eksplisit menegaskan betapa sentral konsep dusta di dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika itu sendiri. Bertolak dari definisi tersebut, Yasraf Amir Piliang mengembangkan secara kreatif apa yang ia sebut sebagai hipersemiotika. Hipersemiotika adalah teori tentang dusta, tetapi juga dimaksudkan sebagai ikhtiar pelampauan atas selubung dusta demi merengkuh secara penuh (atau mungkin tak sepenuhnya utuh) tentang kebenaran yang terserak di dalam relasi-relasi sublim tanda, gaya, kode, makna, iklan, seni, agama, dan hal-hal yang menyehari di sekitar kita. |
---|